Agama Tradisional Orang Jawa
1.
Kepercayaan
Tradisional Orang Jawa dan Aneka Laku yang dipraktekkan Orang Jawa Sehari-hari
1). Tahlilan
Tahlilan
berasal dari kata Hallala, Yuhallilu, Tahlillan. Artinya membaca kalimah La
Ilaha Illallah. Biasanya dilakukan di masuki, musholah, rumah atau lapangan.
2). Ziarah Kubur
Ziarah kubur
adalah mengunjungi makam sudah menjadi pemandangan umum di masyarakat kalau
tidak kamis sore kadang Jum,at pagi.[1]
Hal ini dilakukan karena sejak jaman agama Islam belum masuk ke Jawa.
Masyarakat Jawapun melakukan ziarah kubur namun masih dalam kepercayaan
Hindu-Buddha.
3). Haul
Kata “Haul”
berasal dari Arab artinya setahun. Peringatan haul berarti peingatan genap satu
tahun biasanya peringatan-peringatan seperti ini kebanyakan dilakukan oleh
masyarakat Islam jawa, gema haul akan terasa dahsyat apabila yang meninggal itu
seorang tokoh kharismatik, ulama besar, atau pendiri
sebuah pesantren. Rangkaian acaranya biasnya dapat bervariasi, ada pengajian,
tahlil akbar, mujahadah dan musyawarah.[2]
Beberapa macam puasa
yang dilakukan oleh orang Jawa
a.
Mutih
Dalam puasa mutih ini
seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih dan air putih saja.
Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi (seperti gula, garam dll.)
jadi betul-betul hanya nasi putih dan air puih saja. Sebelum melakukan puasa
mutih ini, biasanya seorang pelaku puasa harus mandi keramas dulu sebelumnya
dan membaca mantra ini : “niat ingsun mutih, mutihaken awak kang reged, putih
kaya bocah mentas lahirdipun ijabahi gusti allah.”
b.
Ngeruh
Dalam melakoni puasa ini
seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan saja. Tidak diperbolehkan
makan daging, ikan, telur dsb.
c.
Ngebleng
Puasa Ngebleng adalah
menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang melakoni puasa
Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar, atau melakukan
aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya seseorang yang
melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama sehari semalam
(24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu atau
cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa ada
cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya
untuk buang air saja.
d.
Patigeni
Puasa Patigeni hampir sama
dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan
apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari
semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang
melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar
(dengan memakai pispot atau yang lainnya). Ini adalah mantra puasa patigeni :
“niat ingsun patigeni, amateni hawa panas ing badan ingsun, amateni genine
napsu angkara murka krana Allah taala”.
e.
Ngelowong
Puasa ini lebih mudah
dibanding puasa-puasa diatas Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang
makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam
saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan keluar rumah.
f.
Ngrowot
Puasa ini adalah puasa yang
lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur seseorang yang
melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja!
Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis
yang sama, misalnya pisang 3 buah saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk
tidur.
g.
Nganyep
Puasa ini adalah puasa yang
hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya. Hampir sama dengan Mutih ,
perbedaanya makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai
rasa.
h.
Ngidang
Hanya diperbolehkan memakan
dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.
i.
Ngepel
Ngepel berarti satu kepal
penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan dalam sehari satu kepal
nasi saja. Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga kepal nasi sehari.
j.
Ngasrep
Hanya diperbolehkan makan
dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja
sehari.
k.
Senin-kamis
Puasa ini dilakukan hanya
pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini identik dengan agama
islam. Karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya.
l.
Wungon
Puasa ini adalah puasa
pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.
m.
TapaJejeg
Tidak duduk selama 12 jam
n.
Lelono
Melakukan perjalanan (jalan
kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini dipergunakan sebagai
waktu instropeksi diri).
o.
Ngalong
Tapa ini juga begitu unik.
Tapa ini dilakuakn dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas
(sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung
di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat
menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini
melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.
p.
Ngeluwang
Tapa Ngeluwang adalah tapa
paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan keberanian yang sangat
besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk mendapatkan daya
penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah tapa dengan
dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah seseorang
selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal
yang mengerikan (seperti arwah gentayangan, jin dlsb).
Selain melakoni puasa-puasa
diatas masyarakat kejawen juga melakukan puasa-puasa yang diajarkan oleh agama
islam, seperti puasa ramadhan, senin kamis, puasa 3 hari pada saat bulan purnama,
puasa Nabi Daud AS dll. Inti dari semua lakon mereka tujuannya hanya satu yaitu
mendekatkan diri dengan Allah SWT agar diterima iman serta islam mereka.[3]
2.
Upacara
Keagamaan dan Makna Keselamatan Orang Jawa
Kata “Kejawen” berasal
dari kata "Jawa", yang artinya dalam bahasa
Indonesia adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan
kepercayaan Jawa (Kejawaan)". Penamaan "kejawen" bersifat umum,
biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam
konteks umum, Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun
Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia). Orang Jawa
mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu mengarahkan
insan : Sangkan Paraning
Dumadhi (lit. "Dari mana
datang dan kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata
dengan tuhannya :Manunggaling Kawula lan Gusthi (lit. "Bersatunya Hamba dan
Tuhan"). Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi
sebagai berikut:
1. Mamayu
Hayuning Pribadhi (sebagai
rahmat bagi diri pribadi)
2. Mamayu
Hayuning Kaluwarga (sebagai
rahmat bagi keluarga)
3. Mamayu
Hayuning Sasama (sebagai
rahmat bagi sesama manusia)
4. Mamayu
Hayuning Bhuwana (sebagai
rahmat bagi alam semesta)
berbeda dengan kaum abangan kaum kejawen relatif taat dengan
agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya
namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat
kejawen memang mendorong untuk taat terhadap tuhannya. jadi tidak mengherankan
jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut
seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen,
Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya
yang tidak bertentangan dengan agamanya.
Dalam
buku Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, slametan diartikan sebagai upacara sedekah
makanan dan doa bersama, yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan
ketentraman untuk ahli keluarga yang menyelenggarakan. Biasanya untuk hajatan
keberangkatan naik haji ke tanah suci, keberangkatan anak yang mau sekolah ke
luar daerah, pendirian sebuah rumah, dan sebagainya. Harapan di masa depan yan
glebih cemerlang, disamping harus dilakukan dengan pendekatan yang ilmiah
rasional dan yang serba kasat mata, perlu juga dilakukan pendekatan adikodrati
atau supranatural yang bersifat supranatural. Upacara slametan termasuk
kegiatan batiniah yang bertujuan untuk mendapat Ridha dari Tuhan. Kegiatan
slametan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di pedusunan Jawa. Ada bahkan
yang meyakinibahwa slametan adalah syarat spiritual yang wajib, dan jika
dilanggar akan mendapatkan ketidakberkahan atau kecelakaan.Slametan sendiri
berasal dari kata slamet yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat
dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki.
Sehingga
slametan bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan masyarakat Jawa yang biasanya
digambarkan sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan
memiliki skala yang lebih besar. Dengan demikian, slametan memiliki tujuan akan
penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum dan tolak bala.
3.
Kepercayaan
Kejawen
Masyarakat Jawa mempunyai kepercayaaan terhadap makhluk halus, di
antaranya:
1)
Memedi : Roh
yang Menakut-nakuti
Memedi
adalah istilah Jawa untuk jenis roh yang paling mudah di pahami orang barat,
karena ia hampir tepat sama dengan apa yang dalam bahasa Inggris disebut Spooks
(hantu). Salah satu jenis hantu yang dirumuskan dan disepakati umum adalah
Sundel bolong yaitu seorang wanita cantik yang telanjang tetapi kecantikannya
dicemarkan dengan adanya lubang besar di tengah punggungnya. Rambutnya hitam
dan panjang sampai ke pantat, hingga menutupi lubang dipunggung nya. Gendruwo
jenis memedi yang paling umum, umunya lebih senang bermain-main dari pada
menyakiti dan suka berbuat lucu terhadap manusia, seperti menepuk pantat
perempuan (terutama waktu sedang sembahyang) memindahkan pakaian seseorang dari
rumah dan melemprkannya ke kali, melempari atap rumah dengan batu sepanjang
malam dan melemparkannya dari belakang sebtang pohon di pekuburan dalam wujud
besar dan hitam.
2)
Tuyul : Makhluk
Halus Yang Karib
Tuyul
adalah soal lain. Walaupun beberapa orang mengatakan bahwa mereka itu bisa di
daptkan lewat puasa dan meditasi dan orang lain lagi mengatakan bahwa kita
malahan tak perlu melakukan itu ( semuanya itu tergantung dari tuyul sendiri,
kalau ia ingin menolong kita ia akan menolong dan kalau ia tidak mau, ia akan
menolak, tak peduli apapun yang kita lakukan ) tetapi kebanyakan orang
bernggapan bahwa orang perlu membuat semacam perjanjian dengan setan, supaya
tuyul mau menerima tawarannya.
3)
Lelembut : Roh
Yang Menyebabkan kesurupan
Teori
jawa tentang kesurupan sudah berkembang agak lanjut. Lelembu menurut beberapa
orang selalu msuk kedalam tubuh dari bawah melalui kaki (itulah sebabnya orang
membasuh kakinya sebelum bersembahyang di Masjid). Itu juga sebabnya orang
dianjurkan menghangatkan tapak kakinya di atas tungku sebelum menengok seorang
wanita yang baru melahirkan, karena bayi umumnya mudah dirasuki makhluk halus,
suatu gejala yang disebut sawanen. Itulah sebabnya ubun-ubun bayi harus selalu
ditutup dengan campuran bawang, merica dan parutan kelapa (makanan yang pedas itu akan “mengejutkan”
makhluk halus, dan akan jadi takut karenanya ) dan orang yang merasa sakit akan
mengoleskannya kapur pada dahinya.
4)
Demit : Makhluk
Halus Yang Menghuni Suatu Tempat
Ada
banyak versi tentang mitos penciptaan Jawa, babad Tanah Jawi. Dalam suatu
dongeng yang dikisahkan kepada saya oleh seorang dalang di desa sebelah utara
Mojokuto, kisah itu mulai dengan Semar. Pelawak wayang kulit yang lucu dan
bija,pahlawan kebudayaan jawa yang berbicara kepada seorang pendeta
Hindu-Muslim, orang pertama dari rangkaian panjang para kolonis. Penda itu
berkata kepada semar : Ceritakan kepadaku kisah pulau Jawa seblum ada manusia.
Semar mengatakan bahwa pada masa itu seluruh pulau diliputi oleh hutan
belantara kecuali sebidang kecil sawah tempat semar bertanam padi di kaki
gunung Merbabu (sebuah gunung berapi di Jawa Tengah). sebenarnya kata semar,
aku bukan manusia aku adalah makhluk halus yang tertua, rja dan nenek moyang
sekalian makhluk halus, dan melalui mereka ini menjadi raja seluruh manusia.
5)
Danyang : Roh
Pelindung
Danyang
umumnya adalah nama lain dari demit (yang adalah akar kata Jawa yang berarti
“Roh”) seperti demit. Danyang tinggal menetap pada suatu tempat yang disebut
punden seperti demit, mereka menerima permohonan orng untuk minta tolong dan
sebagai imbalnnya menerima persembahan slametan. Seperti demit mereka tidak
menyakiti orang, melainkan hanya bermaksud melindungi. Namun berbeda dari demit
beberapa danyang dianggap sebagai roh tokoh-tokoh sejarah yang sudah meninggal
: pendiri desa tempat mereka tinggal, orang pertama yang membabad tanah.[4]
4.
Kitab-kitab
Kejawen
a.
Serat Wulang
Reh
Wulang
Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang
macapat karya Sri
Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September1768. Dia bertahta sejak 29 November1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober1820.
Naskah
Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di SurakartaKata Wulang
bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata Reh
berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan lakucara
mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk
mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju
hidup harmoni atau sempurna.laku
adalah langkah atau cara mencapai karakter mulia bukan ilmu dalam arti ilmu
pengetahuan semata, seperti yang banyak kita jumpai pada saat ini. Lembaga
pendidikan lebih memfokuskan pengkajian ilmu pengetahuan dan mengesampingkan
ajaran moral dan budipekerti.[5]
b.
Serat
Wedhatama
Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa Baru yang bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis
yang sedikit dipengaruhi Islam. Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh
KGPAAMangkunegara IV. Walaupun demikian didapat indikasi bahwa penulisnya
bukanlah satu orang
Serat ini dianggap sebagai salah
satu puncak estetika sastra Jawa abad ke-19 dan memiliki karakter mistik yang
kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu.Isinya adalah merupakan
falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, bagaimana menganut agama
secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria.[6]
c.
Serat Wirid
Hidayat Jati
Gambaran umum dan garis besar isi serat Wirid Hidayat Jati ini
sebagaimana Damogandhul dan Gatholoco dipergunakan oleh Prof. Dr. H. M. RRasasyidi
untuk menggambarkan apa yang dinamakan Aliran Kebatinan. Jadi dijadikan sampel
yang mewakili aliran Kebatinan. Sedang Dr. Harun. Hadiwijono menganggapnya
sebagai wakil kebatinan Jawa Abad 19. Dan maksud dari kebatinan jawa disini
ialah mistikisme. Dr. Harun Hadiwijono menamakannya sebagai Kebatinan Jawa Abad
Sembilan Belas.
Serat Wirid Hidayat Jati merupakan salah satu dari sekian banyak
hasil karya pujangga masyhur kraton Surakarta Raden Ngabehi Rongggowarsito.
Tulisan ini disempurnakan atau diselesaikan penulisnya pada tahun Jawa 1791
atau tahun 1862 yang ditulis dalam bahasa Jawa karma gancaran (prosa) yang
halus dan indah dengan tulisan huruf Jawa. Kemudian dibangun kembali
diantaranya oleh R. Tanoyo yang menyadari dengan dilatinkan, maka mudah
membacanya walaupun belum pasti mudah pula mengambil pengertiannya. Ada juga
orang lain yang mengubah ke dalam huruf latin, yaitu Honggopradoto.[7]
d.
Kitab
Darmogandul
Banyak versi yang menjelaskan tentang kitab Darmogandul, terutama
tentang jati diri orang yang menulis kitab tersebut dan kapan kitab tersebut
ditulis. Ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa kitab tersebut ditulis
oleh Ki Kalamwadi yang mempunyai guru bernama Raden Budi Sukardi. Ki Kalamwadi
ini mempunyai murid yang bernama Darmo Gandhul. Nama dari muridnya inilah yang
kemudian menjadi nama kitabnya. Dalam versi itu juga disebutkan bahwa kitab ini
ditulis pada tahun 1478 M, yakni ketika kerajaan Majapahit masih berdiri.
Namun versi lain mengatakan bahwa kitab tersebut ditulis oleh
Darmogandul sendiri. Ada juga yang perbaya bahwa kitab tersebut adalah hasil
tulisan pujangga Jawa terkenal Ronggowarsito. Tapi yang pasti, kitab tersebut
memang benar-benar ada. Isinya sangat disakralkan oleh sebagian orang, terutama
oleh para penganut kepercayaan. Lebih lanjut, para penganut kepercayaan ini
me-namakan diri sebagai penganut ajaran Darmogandul. Pada umumnya, kitab
Darmogandul ini banyak menceritakan tentang fenomena keagamaan saat itu, yakni
saat Majapahit memimpin nusantara. Tentu saja, agama-agama yang disinggung saat
itu adalah Budha, Hindu, dan Islam.
e.
Kitab Gatoloco
Adapun “kitab suci” aliran kebatinan
yang mirip dengan Darmogandul adalah Gatoloco. Kitab ini diperkirakan sudah ada
pada abad ke 19 M. Gatoloco sendiri adalah nama tokoh utama dari kitab
tersebut. Dia digambarkan memiliki wajah dan penampilan yang buruk. Orangnya
kerdil, tidak memiliki mata, hidung, dan telinga. Gambaran Suluk gatholoco ini
pengarangnya sulit ditentukan, karena keterangan yang terdapat di dalam
versi-versinya memberikan informasi yang berbeda-beda. Versi terbitan Tan koen
Swie Kediri, memyebutkan Kaimpun dening Raden Soewandi, yang lain mengatakan
bahwa suluk ini disusun oleh seorang yang bernama Soeryanegara. Yang lain lagi
mengatakan pengarangnya Raden Ngabehi Ranggawarsitama. Ada sarjana yang hanya
berani mengatakan bahwa pengarangnya adalah seorang bangsawan tinggi Kediri.
Namun yang jelas Suluk Gatholoco banyak dikenal masyarakat. Prof. Dr.H.M.
Rasyidi menjadikannya menjadi sampel dari apa yang dinamakan aliran kebatinan,
walaupun tidak tepat benar, karena kemistikannya tidak sejelas Serat Dewa Ruci.
Karena banyak dikenal masyarakat Jawa, maka tidak mustahil isi, ajaran serta
kepercayaan yang terdapat di dalamnya memang merupakan kepercayaan atau
pandangan hidup sebagian masyarakat Jawa.[8]
5.
Interaksi
Kepercayaan Orang Jawa dengan Agama-Agama Lain
Cara pandang secara umum tentang kebudayaan Jawa. Jawa
diasumsikan memiliki akar kepercayaan arkhaik yang khas sebelum kedatangan
agama-agama. Animisme dan dinamisme adalah sepasang kepercayaan yang kerap
dilekatkan guna menjelaskan kepercayaan asli masyarakat Jawa. Masuknya Hindu,
Budha dan Islam mendorong terciptanya kebudayaan Jawa yang beranasir lebih
kompleks. Masuknya ketiga agama tersebut kedalam masyarakat Jawa tidak serta
merta menghilangkan citarasa dan bentuk pengagungan yang sebelumnya digunakan
dalam kepercayaan arkhaik masyarakat Jawa. Kesetiap kepercayaan meninggalkan
sisa-sisa —lebih tepatnya menggunakan kata etos— dalam masyarakat, baik agama
arkahik, Hindu dan Budha.
Pandangan umum tentang Jawa telah sampai pada kesimpulan
bahwa Interaksi cukup kuat antar agama-agama yang masuk ke Jawa menciptakan
bentuk keislaman yang tidak lagi murni dan terbebas dari unsur-unsur yang tidak
Islami, atau ;lebih tepatnya tetap dipengaruhi secara dominan oleh anasir agama
sebelumnya.Pandangan lain yang cukup terkenal adalah pandangan dikotomis yang
dimunculkan oleh Clifford Geerzt dalam Religion of Java yang mengkalisfikasikan
masyarakat Jawa kedalam tiga kategori besar; Santri, Abangan dan Priyayi.
Santri adalah yang dianggap Geerzt sebagai yang paling
islami dalam struktur masyarakat Jawa. Santri adalah kelompok yang mampu
merepresentasikan agama secara benar berdasarkan tatanan syariah. Sementara
kelompok priyayi merepresentasikan tradisi mistik yang lebih diyakini sebagaio
warisan dari keagamaan Hindu dan Budha sebelum Islam. kelompok abangan adalah
kelompok yang dapat disebut sebagai kelompok yang secara konsisten
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan lokal yang telah menjadi tradisi sejak
nenek moyang masyarakat Jawa —animisme. Ekstremnya, dalam tesis ini Geerzt
memandang bahkan santri sebagai representasi kelompok bergama masyarakat Jawa
yang paling Islami masih sangat dipengaruhi oleh kekuatan kepercayaan Hindu dan
Budha yang telah terlebih dahulu melekat pada kebudayaan masyarakat Jawa.[9]
[1] Abdul Jamil
dkk.,Islam Dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta:Gama Media.2002).h. 17.
[2]Zain Mukhtarom,Islam
Di Jawa Dalam Prespektif Santri Dan Abangan, (Jakarta:Salembah
Diniyah.2002).h. 24.
[3]Dikutip
dari http://religi.wordpress.com pada 16 Mar. 16
[4]Clifford Geertz.
Abangan,Santri,Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. (Jakarta:Pustaka
Jaya.Cet.II,1983). h. 32.
[5]https://id.wikipedia.org/wiki/Wulang_Rehdiakses pada
tanggal 10 Maret 2015
[6]Drs. Romdon,
MA. Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan. (Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Cet.1,1996). h.69
[7]Simuh. Mistik
Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. (Jakarta: UI Press. Cet.1,1988).
h. 69.
[8]Drs. Romdon,
MA. Ibid, h. 110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar